SELUK-BELUK PONDOK PESANTREN LIRBOYO





 Salah satu pondok pesantren yang sudah berusia satu abad adalah Pondok Pesantren Lirboyo. Sejarah panjang Pondok Pesantren Lirboyo patut kita simak bersama, semangat para santrinya patut kita teladani bersama. Semua tentang Lirboyo akan aku kemas dalam artikel ini. Sebagai pengobat rindu akannya, sebab aliran keilmuannya yang mengalir sampai ketempat tinggalku tak akan redup meski ditelan waktu.

Asal mula Pesantren Lirboyo

       Lirboyo, adalah nama sebuah desa yang digunakan oleh KH Abdul Karim menjadi nama Pondok Pesantren. Terletak di barat Sungai Brantas, di lembah gunung Willis, Kota Kediri. Awal mula berdiri Pondok Pesantren Lirboyo berkaitan erat dengan kepindahan dan menetapnya KH Abdul Karim ke desa Lirboyo tahun 1910 M.


Peranan Pondok Pesantren Lirboyo

         Pondok Pesantren Lirboyo berkembang menjadi pusat studi Islam sejak puluhan tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan dalam peristiwa-peristiwa kemerdekaan, Pondok Pesantren Lirboyo ikut berperan dalam pergerakan perjuangan dengan mengirimkan santri-santrinya ke medan perang seperti peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
          Sebagai Pusat pendidikan Islam, Pondok Pesantren Lirboyo mencetak generasi bangsa yang cerdas ruhaniyah, juga smart-intelektual, mumpuni dalam keberagaman bidang, juga keberagamaan Islam yang otentik. Pondok Pesantren Lirboyo memadukan antara tradisi yang mampu mengisi kemodernitasan dan terbukti telah melahirkan banyak tokoh-tokoh yang saleh keagamaan, sekaligus saleh sosial.

Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo

            KH. Abdul Karim lahir tahun 1856 M di desa Diyangan, Kawedanan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Manab adalah nama kecil beliau dan merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Saat usia 14 tahun, mulailah beliau melanglang buana dalam menimba ilmu agama dan saat itu beliau berangkat bersama sang kakak (Kiai Aliman).
            Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan pengembaraan ke daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setalah dirasa cukup beliau meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah beliau memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Lalu beliau melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya beliau menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya beliau nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, beliau kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulau Madura, asuhan ulama’ kharismatik; Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 tahun.
            Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim Asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmelati Kediri, pada tahun1328 H/ 1908 M.
            KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo. Kemudian pada tahun 1913 M, KH. Abdul karim mendirikan sebuah masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana ta’lim wa taalum bagi santri.
           Secara garis besar KH. Abdul karim adalah sosok yang sederhana dan bersahaja. Beliau gemar melakukan riyadlah; mengolah jiwa atau tirakat, sehingga seakan hari-hari beliau hanya berisi pengajian dan tirakat.
          Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya -sebelumnya beliau melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an- kondisi kesehatan beliau sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji, dengan ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun H. Khozin.
       Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala beliau menderita sakit, beliau masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan memimpin sholat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Akhirnya, pada tahun 1954, tepatnya hari senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim berpulang ke rahmatullah, beliau dimakamkan di belakang masjid Lirboyo.

Unit Pondok Pesantren Lirboyo :

Pondok Pesantren Haji Ya’qub (PPHY)

        Pondok Pesantren Haji Ya’qub (PPHY) adalah pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Ya’qub bin Soleh, adik ipar sekaligus sahabat KH. Abdul Karim (Mbah Manab) dan KH. Ma’ruf Kedunglo. Beliau adalah orang yang diberi amanat oleh KH. Soleh Banjarmlati (Ayahanda KH. Ya’qub) untuk mendampingi Mbah Manab dalam menangani keamanan di Pondok Pesantren Lirboyo dan mendampingi Mbah Ma’ruf dalam menangani keamanan di Pondok Pesantren Kedunglo, Bandar, Kediri yang dikala itu masih angker dan banyak penjahat yang meresahkan para santri.
       Perkembangan PPHY mulai tampak pada tahun 1978, santri yang ada di PPHY ± sebanyak 60 orang dan pada waktu itu masih belum terbentuk Himpunan Pelajar (HP) dan sistem pembayarannyapun masih langsung ke Pondok Induk. Kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah kreativitas santri (khithobah, dziba’iyah, tahlil dan cara berorganisasi) saat itu masih terkemas dalam sebuah jam’iyyah yang bernama Jam’iyyah Ar-Rohmah.
       Untuk menampung santri yang terus bertambah maka dibangunlah asrama pertama pada tahun 1979, biasa disebut dengan Pondok Lama yang sekarang berada disebelah selatan ndalem K. Nur Muhammad. Sementara Himpunan Pelajar baru berdiri pada tahun 1985 yang diketuai oleh Bapak Zumar M (Semarang).
       Sementara di tahun 1993 perkembangan di tubuh PPHY adalah berdirinya Madrasah Diniyah Haji Ya’qub yang dikepalai oleh Bapak Widodo Ahmad (Kediri) dan Sekretaris Bapak Rosihin (Pekalongan). Tujuan didirikannya MDHY ini adalah untuk menampung santri yang sekolah di luar pesantren (sekolah formal) atau santri yang tidak bisa mengikuti Madrasah Diniyah di Pondok Induk (MHM) disamping juga anak dari kampung.

Pondok Pesantren Lirboyo Unit Haji Mahrus ( PPHM )

        
LIRBOYOKU PESANTRENKU



Pondok Pesantren Lirboyo Haji Mahrus (PPHM) merupakan satu di antara beberapa pondok unit yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Lirboyo. Pondok unit ini terletak sekitar 100 meter sebelah timur pondok induk. Tepatnya pada tahun 1952 M. pondok ini didirikan oleh KH. Mahrus Aly, ketika itu kondisi stabilitas nasional sedang diganggu oleh kaum komunis.

Awal-mulanya, sang pendiri KH. Mahrus Aly tidak bermaksud mendirikan pondok. Hanya secara kebetulan KH. Mahrus Aly diberi lahan oleh KH. Abdul Karim untuk membuat rumah sekaligus majelis taklim sebagai sarana mangajarkan atau membacakan kitab-kitab kepada para santri. Kemudian di sebelah utara dari majelis taklim dibuat sebuah kamar yang sangat sederhana berukuran lebar 2×4 m, sekedar sebuah tempat istirahat bagi santri yang sehari-harinya menjadi khadim beliau.

Pada tahun 1958, santri yang bermukim bertambah menjadi 20 orang sehingga tempat yang disediakan tidak cukup menampungnya. Akhirnya beliau dengan para santri membuat tiga kamar sederhana yang disediakan untuk para santri. Namun santri terus saja bertambah dan masih banyak santri yang ingin ikut bersama beliau. Sehingga tiga kamar tersebut diperbaiki sekaligus ditingkat menjadi enam kamar. Sedangkan dana untuk pembangunan kamar tersebut hanya mengandalkan dari simpatisan dan dermawan. Dikarenakan waktu itu belum berani meminta iuran dari wali santri, sebab santri yang ada belum seberapa banyak dan juga majelis taklim yang diselenggarakan beliau belum menjadi lembaga pesantren yang independen.

Tidak lama setelah dibangun enam kamar santri, maka dibangunlah kamar hunian santri yang khusus untuk masing-masing daerah. Pertama kali yaitu dari daerah Losari, Cirebon, membangun kamar yang terletak di sebelah selatan majelis taklim di atas jeding kobok, yang kemudian diberi nomor delapan (karena sebelum itu sudah ada tujuh kamar). Selang beberapa tahun setelah itu, seorang dermawan dari daerah Gebang, Cirebon, Bapak HM. Ma’mun bersama rekan-rekannya ikut membangun tempat hunian santri. Saat itu santri yang ada mayoritas dari daerah Jawa Barat dan sedikit dari Brebes, Tegal serta daerah lainnya. Pesatnya perkembangan pembangunan tempat hunian santri, ternyata juga diimbangi oleh perkembangan santri yang terus bertambah hingga mencapai 150 santri.
Sejauh itu, KH. Mahrus Aly masih tetap belum berani mengatakan bahwa tempatnya adalah pondok pesantren tersendiri, tapi hanya merupakan Himpunan Pelajar (HP) di antara beberapa HP yang ada di Lirboyo. Maka kemudian disebut dengan HP HM, artinya Himpunan Pelajar yang berada di majelis taklim KH. Mahrus. Sementara masalah keorganisasian dan tata administrsi lainnya masih mengikuti pada kebijaksanaan pondok induk, kepengurusannya juga mengikut pada pondok induk.
Dalam organisasi (jam’iyyah) juga masih merupakan wilayah JSP (Jam’iyah Subaniyah Pusat) Pondok Pesantren Lirboyo yang pada waktu itu meliputi tiga wilayah:
  1. Wilayah I, anggotanya para santri dari Jawa barat yang bertempat di Pondok Induk Lirboyo.
  2. Wilayah II, anggotanya para santri dari wilayah Pekalongan, Brebes dan Tegal (PABETA) yang berada di Pondok Induk Lirboyo.
  3. Wilayah III, anggotanya seluruh santri yang betempat di HM (H. Mahrus). Kesemuanya, kegiatan jam’iyyahnya dilaksanakan di Pondok Induk.
Situasi HM ketika itu masih cukup gelap dengan beberapa pepohonan yang tumbuh di sekitar lingkunganya. Tahun 1960-an, setelah KH. Mahrus Aly mengkhitankan putranya yang paling besar, Imam Yahya Mahrus, banyak tanaman yang rusak. KH. Mahrus Aly mengusulkan agar tempat tersebut dibangun pemukiman santri (sekarang tempat Jam’iyah Ukhuwah). Mengingat dana yang dibutuhkan tidak sedikit, akhirnya para santri senior pada saat itu mulai berfikir untuk meminta iuran pembangunan dari wali santri. Pada saat itu pula mereka mengajukan permohonan ke Pondok Induk agar HM ini bisa menjadi pondok tersendiri. Puncaknya pada tahun 1962 Pondok HM resmi menjadi pondok mandiri yang segala administrasi dan kepengurusannya ditentukan oleh Pondok HM. Bertepatan pada masa itu, KH. Mahrus Aly mengumumkan kepada para santri bahwa mushala di HM beralih status menjadi masjid yang bisa dibuat untuk i’tikaf, sebab seperti telah disinggung di atas bahwa mushala itu pada mulanya hanya merupakan majelis taklim.
Pasca kepergian KH. Mahrus Aly pada tanggal 06 Ramadlan 1405/ 26 Mei 1985, kepemimpinan Pondok Unit HM dilanjutkan oleh putra-putra beliau, yaitu KH. Imam Yahya Mahrus, K. Harun Musthofa SE, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, KH. Zamzami Mahrus dan KH. An’im Falahuddin Mahrus.
Waktu itu, di antara putra-putra Mbah Mahrus yang lebih berperan aktif dalam mengurusi pondok pesantren HM adalah KH. Imam Yahya Mahrus mengingat KH. Imam Yahya merupakan putra terbesar. Setelah kurang lebih selama tiga tahun KH. Imam Yahya Mahrus mengurusi Pondok Pesantren HM, beliau mempunyai inisiatif untuk membangun Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusiyah.


Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat (P3HM)

        Kebutuhan akan pendidikan tidak memandang kelompok. Maka wajar jika KH. Mahrus Aly (alm) mengutarakan pemikiran ini kepada putri beliau yakni Ibu Nyai Hj. Ummi Kultsum, istri KH. M. Anwar Manshur, untuk mendirikan sebuah pondok pesantren putri. Selanjutnya dawuh mbah Mahrus tersebut terwujud tepat pada tanggal 15 September 1985 M. / 01 Muharram 1406 H. Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat (P3HM) resmi berdiri.


Pondok Pesantren HM Al Mahrusiyah

       PP. HM Al-Mahrusiyah dirintis sejaka tahun 1987. Lembaga pendidikan ini adalah penampung siswa, mahasiswa dan mahasiswi yang belajar dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Tribakti (YPIT). Pondok Pesantren Al-Mahrusiyyah sendiri memiliki bebearapa lembaga: PP. HM Putra/Putri Al-Mahrusiyyah, Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyyah, Madrasah Murottilil Qur’an Al-Mahrusiyyah, Institut Agama Islam Tribakti (IAIT), Madrasah Aliyah HM Tribakti, Madrasah Tsanawiyah HM Tribakti, TK Kusuma Mulia Tribakti, koperasi Pondok Pesantren dan perpustakaan Pondok Pesantren.
          Untuk PP HM Putri Al-Mahrusiyyah, diresmikan pada tanggal 06 Januari 2001. Dan sekarang, pesantren unit Lirboyo ini berlokasi ditiga tempat. Satu bertempat di jalan KH. Abd. Karim No. 99 Lirboyo, dua berada di jalan Penanggungan No. 44B Lirboyo, dan tiga berada di daerah Ngampel, Kediri, beberapa kilometer arah utara Pondok Induk Lirboyo.


Pondok Pesantren Putri Tahfizhil Qur’an (P3TQ)

       Pesantren putri ini berdiri tahun 1986 M. yang bermula dari keinginan seseorang. Waktu itu, sang tamu dari daerah Bojonegoro mengantarkan sekaligus menyerahkan putrinya yang bernama Arifah kepada KH Ahmad Idris Marzuqi guna sekedar berkhidmah. Namun KH Idris Marzuqi menolak permintaan itu dengan halus. Setelah mendapat desakan terus menerus, beliaupun mengizinkan Arifah untuk berkhidmah membantu kesibukan keluarga beliau sekaligus menjadi penyimak Ibu Nyai Hj. Khodijah ketika melalar hafalan Alquran.
       Dalam waktu relatif singkat, santri putri yang mempunyai keinginan sama mulai berdatangan. Ketika jumlah santri telah mencapai 4 orang, timbul keinginan KH Ahmad Idris Marzuqi untuk membangun asrama bagi mereka. Dan pada tahun 1992 gedung P3TQ yang letaknya bersebelahan dengan Ndalem Kiai Idris dibangun menjadi tiga lantai. Saat itulah, Kiai Idris Marzuqi memberi nama pondok kecil ini “Tahfizhil Qur’an”.


Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat Al-Qur’aniyyah (HMQ)

       Pesantren putri yang berdiri tahun 1986 M. ini biasa disebut dengan HMQ. Berada di sebelah timur HMC. Pesantren ini bergerak khusus dalam bidang Alquran. Pada awalnya, pesantren yang diasuh oleh KH. Abdullah Kafabihi Mahrus beserta istri, Nyai Hj. Azzah Noor Laila, hanyalah tempat mengaji anak-anak kampung Lirboyo. Seiring berjalannya waktu, datanglah santri dari luar daerah. Santri generasi pertama adalah Masyi’ah (asal Ciledug), Lailatul Badriyah (asal Karawang), Nur Khofifah (asal Cirebon) dan Rodliyah (asal Ngawi). Tahun 1989 M. gudang padi peninggalan Ibu Hj. Zainab dibongkar dan pada tahun 1990 M. bekas garasi mobil peninggalan KH. Mahrus Ali direnovasi, semuanya itu dilakukan untuk menunjang belajar mengajar Alquran para santri.
       Di tahun 1994 M. HMQ melakukan perombakan sistem pendidikannya. Sistem yang semula segala jenis kegiatan pendidikan dikelola oleh Seksi Pendidikan dan hanya terbagi menjadi beberapa tingkatan, dilimpahkan ke Madrasah Al-Hidayah P3HMQ. Seteleh MA P3HMQ berdiri, lembaga ini mempunyai lima jenjang pendidikan: Tingkat I’dadiyah, Ibtida’iyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Ma’had Aly. Disamping itu, dibentuk juga Organisasi K-Fein (Kajian Fikih Interaktif) sebagai wadah pengembangan musyawaroh & bahtsul masa’il santriwati. Tak cukup sampai disitu, P3HMQ juga mengembangkan kreativitas santrinya dalam berbagai bidang, yang bisa disalurkan melalui Jam’iyyah Khithobiyah, Diba’iyyah, Praktek Ubudiyah, Mouzic Holic (Pecandu Musyawaroh Asyik) dan Majalah Dinding ar-Rabiet.


Pondok Pesantren HM ANTARA

       Pendirian pondok pesantren ini berawal dari seringnya KH. M. Anwar Manshur (Pengasuh PP. Putri Hidayatul Mubtadi-aat) beserta istri, menerima keluhan dari masyarakat yang khawatir akan perkembangan dan masa depan anak-anaknya. Karena mereka menganggap, lingkungan pergaulan saat ini cenderung mengarah pada perilaku-perilaku yang tidak sesuai. Setelah mengadakan musyawarah keluarga, maka beliau menunjuk putra dan menantu beliau, KH. Atho’illah Sholahuddin dan Ny. Hj. Amaliah Mukmilah untuk menampung para santri yang notabenya masih anak-anak.
       Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan menginstruksikan kepada seluruh ketua HP (Himpunan Pelajar) guna mengumpulkan para santri yang masih di bawah umur. Dan pada tanggal 19 Mei 1996 M. / 01 Muharram 1417 H. beliau mendirikan PP. HM Antara dengan kondisi yang masih sangat sederhana, baik fisik maupun aktivitas kegiatannya. Nama HM ANTARA sendiri selain merupakan singkatan dari Hidayatul Mubtadi-ien Anak Tahap Remaja, juga dikarenakan posisinya berada di antara 2 pondok HM, yaitu PP. Haji Mahrus (HM) dan PP. HM Putra Al-Mahrusiyah.


Pondok Pesantren Darussalam (PPDS)

       Pesantren yang biasa disebut dengan PPDS ini, terletak sekitar 500 M di selatan Pondok Pesantren Lirboyo induk. Awalnya, PPDS yang diasuh KH. Ahmad Mahin Thoha ini, hanyalah sebuah gubug yang disediakan untuk tamu-tamu beliau yang saat itu kebanyakan dari Magelang. Akan tetapi, gubug yang lengkap dengan sarana MCKnya itu, setiap kali didirikan, selalu ditempati santri, khususnya khodim ndalem KH. Ahmad Mahin Thoha.
       Lambat laun, gubug-gubug itu tak ubahnya sebuah asrama dengan penghuni yang terus bertambah. Dari situlah, mulai ada langkah-langkah untuk menjadikan asrama tersebut menjadi sebuah pondok pesantren unit Lirboyo. Dan tepat pada tanggal 8 Dzulhijjah 1422 H./ 20 Februari 2002 M., Darussalam diresmikan sebagai unit dari Pondok Pesantren Lirboyo.


Pondok Pesantren Murottilil Qur’an (PPMQ)

        Berdirinya pondok pesantren unit Lirboyo yang satu ini, tidak bisa dilepaskan dari Madrasah Murottilil Qur’an (MMQ) yang dirintis oleh Al-Ustadz KH Maftuh Basthul Birri. Madrasah ini berawal sekitar tahun 1397 H./ 1977 M. yang kala itu berupa pengajian dengan sistem sorogan yang diasuh langsung oleh KH Maftuh Basthul Birri. Karena semakin banyaknya santri yang mengaji, maka sekitar tahun 1979/ 1980 M. MMQ berdiri sebagai lembaga pendidikan Pondok Pesantren Lirboyo yang khusus membidangi Alquran.
        Kepengrursan MMQ sendiri mulai dibentuk tahun 1990. Dan mengingat kuantitas siswa yang terus bertambah, MMQ merasa perlu untuk memilah siswanya dalam beberapa tingkatan. Maka dibentuklah jenjang pendidikan dengan tingkatan Ibtidaiyyah, Tsanawiyyah, dan Aliyyah. Kemudian sekitar tahun 1997, dibentuklah sebuah jam’iyyah sebagai media ta’aruf antar santri MMQ dan ajang pendidikan yang bersifat ekstrakurikuler. Diantara kegiatannya adalah mengembangkan bakat santri dalam seni baca Alquran.


Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah

       Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah didirikan oleh H. M. Ma’roef Zainuddin beserta istrinya, Hj. Aina ’Ainaul Mardliyah Anwar, S.H.I. pada bulan Syawal tahun 1416 H. atau bulan Februari tahun 1995 M. Secara geografis, Pondok Pesantren Salafiy Terpadu ar-Risalah terletak di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, menempati satu kompleks dengan Pondok Pesantren Lirboyo.
      Berangkat dari sebuah niatan tulus karena Allah swt. dengan memandang banyaknya kemerosotan agama dan bangsa dalam segala aspek, Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah berharap menjadi salah satu wadah yang menyumbangkan tenaganya untuk membentuk insan yang berilmu tinggi, berwawasan luas, serta dapat mengembangkan potensi generasi muda Islam menjadi insan berpendidikan yang tetap memegang teguh Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah berdasarkan Alquran, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Untuk menghilangkan anggapan negatif terhadap pondok pesantren, dengan cara menunjukkan kualitas, serta menunjukkan bahwa pesantren merupakan lembaga yang sangat mulia dan berharga yang mampu mencetak generasi bangsa untuk berfikir cerdas dan maju serta berwawasan keagamaan, yang siap bersaing ditengah masyarakat modern.


Pondok Pesantren Al-Baqoroh

       Awal didirikannya Pondok Pesantren Putra-Putri Al-Baqarah bisa dikatakan punya dua kaitan. Pertama, ketika hendak mendirikan rumah yang sekarang beliau tempati ini, KH. Hasan Zamzami Mahrus diijazahi oleh abah beliau, KH. Mahrus Ali, untuk sering-sering mewiridkan surat Al-Baqarah ketika mendirikan rumah nanti dan melanggengkan mengamalkannya. Kedua, selain dari alasan yang pertama tadi, beliau juga dinasihati untuk memelihara sapi perah, dan beliaupun memulainya sekitar tahun 1996 M. hingga saat ini.
       Ketika itu hanya ada beberapa santri yang ikut mengabdi pada beliau, hingga kemudian peternakan sapi beliau bertambah dan semakin bertambah pula santri putra dan santri putri yang ikut mengabdi kepada beliau hingga berjumlah sekitar 60-an orang. Sampai pada jumlah sebanyak itu, Pondok Pesantren Putra-Putri Al-Baqarah belum resmi berdiri karena jumlah semua santri yang ikut beliau berstatus sebagi Khadim.
       Hingga pada tahun 2004 M, perwakilan dari santri Pati dan Kudus yang berdomisili di Asrama Pondok Induk Lirboyo sowan untuk meminta izin mendirikan asrama di belakang ndalem beliau karena di Pondok Induk belum ada asrama resmi untuk santri Pati dan Kudus, dan beliaupun memberikan izin. Pada tahun itu juga pembangunan asrama mulai dibangun dan jumlah santripun mulai bertambah. Sebagai permulaan, kepengurusanpun segera dibentuk dan mulai resmi menjadi Pondok Unit pada tahun 2011 M/1432 H.

        Selain beberapa pondok unit diatas, Pondok Pesantren Lirboyo juga memiliki beberapa cabang, yaitu


Pesantren Pagung Semen Kediri

       Cabang ini berawal dari sebidang tanah yang dibeli Pondok Pesantren Lirboyo yang kemudian di tahun 1989 didirikan sebuah musholla yang pembangunannya dikoordinir oleh Kiai Mahrus Aly Manshur dari Kuningan, Kanigoro, Blitar. Tahun 1991 Kiai Mahrus Aly Manshur diberi amanat dari Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo untuk mengasuh dan mengembangkan Pesantren Lirboyo Cabang Pagung. Di tahun ini pula –tepatnya Juli 1991– Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien di cabang ini berdiri.


Pesantren Turen Malang

       Selain di Pagung, Pondok Pesantren Lirboyo juga membuka cabangnya di Malang, tepatnya di daerah Turen. Pesantren ini bermula ketika tahun 1990 Dr. Suprapto Syamsi (dokter tentara karyawan PT. PINDAD) mewakafkan tanahnya kepada Pondok Pesantren Lirboyo. Setelah ikrar wakaf tanah seluas 3200 m2 tersebut diterima Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo KH. A. Idris Marzuqi, maka dibentuklah panitia pembangunan. Setelah pembangunannya selesai, mulailah diupayakan untuk menempatkan pengajar di Pondok Turen. Namun setelah dicoba sampai tiga kali, pengajar yang ditempatkan disana selalu tidak betah. Sehingga kemudian sempat tidak berpenghuni.
        Atas usul KH. Makshum Jauhari dan disetujui oleh anggota Sidang BPK tahun 1997, akhirnya disepakati untuk memberikan amanat kepada Romadhon Khotib (alumni Lirboyo tahun 1995 asal Bener, Purworejo, Jateng) untuk menempati tanah wakaf tersebut, agar bisa memberi kemanfaatan bagi yang mewakafkannya. Sedangkan mengenai ada yang belajar atau tidak bukanlah target utama. Bersama istrinya, Shofiyaturrosyidah dan ketiga santri dari Mlandi, Garung, Wonosobo, beliau berangkat ke Malang setelah sebelumnya mendapat restu dari KH. A. Idris Marzuqi.


Pesantren Sidomulyo Bakung Blitar

       Awal sejarah Pondok Pesantren Cabang Lirboyo yang satu ini, bermula dari seorang dermawan yang tergugah membantu kebutuhan masyarakat dalam hal agama. Sebagai wujud kepeduliaannya, Hj. Tasminingsih binti Karto Thalib, penduduk asli desa Sidomulyo Kecamatan Bakung Blitar (sebuah daerah di Blitar yang pada era 80-an marak dengan misi kristenisasi yang berkedok bantuan pada nelayan), mewakafkan tanah peninggalan ibunya beserta dengan rumahnya seluas 20 x 50 m2 kepada KH. Habibulloh Zaini untuk kepentingan dakwah.
       Bersama KH. Ahmad Mahin Thoha, beliau menerima tawaran tersebut dan menyempatkan diri melihat kondisi tanah wakaf. Dan selanjutnya beliau mengamanatkan kepada Abdul Rahman (tamatan MHM Lirboyo tahun 1999) untuk berdakwah di sana. Hari Ahad tanggal 11 Rabi’ul Tsani 1425 H./ 2004 M. Abdul Rahman memasuki desa Sidomulyo dengan diantar oleh pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo dan para pengajar MHM. Sejak saat itulah dia memulai perjalanan dakwahnya di desa tersebut.
        Dan pada tanggal 04 Desember 2004, bersamaan dengan acara halal bi halal dengan masyarakat, pondok pesantren ini diresmikan oleh KH. Imam Yahya Mahrus dengan nama Pondok Pesantren Lirboyo Sidomulyo dan ditetapkan sebagai salah satu pondok cabang Lirboyo.






مَنْ أَنَا مَنْ أَنَا لَوْلَاكُم # كَيْفَ مَا حُبُّكُمْ كَيْفَ مَا أَهْوَاكُم

 (Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian
مَا سِوَيَ وَلَا غَيْرَكُم سِوَاكُم # لَا وَمَنْ فِى المَحَبَّةِ عَلَيَّ وُلَاكُم

Tiada selain ku juga tiada selainnya terkecuali engkau, tiada siapapun dalam cinta selain engkau dalam hatiku
أَنْتُم أَنْتُم مُرَادِي وَ أَنْتُم قَصْدِي # لِيْسَ احدٌ فِى المَحَبَّةِ سِوَاكُم عِنْدِي
Kalianlah, kalianlah dambaanku dan yang kuinginkan, tiada seorangpun dalam cintaku selain engkau di sisiku
كُلَّمَا زَادَنِي فِى هَوَاكُم وَجْدِي # قُلْتُ يَا سَادَتِي مُحْجَتِي تَفْدَاكُم
Setiap kali bertambah cinta dan rindu padamu, maka berkata hatiku wahai tuanku semangatku telah siap menjadi tumbal keselamatan dirimu
لَوْ قَطَعْتُمْ وَرِيْدِي بِحَدِّ مَا ضِي # قُلْتُ وَاللهِ أَنَا فِى هَوَاكُم رَاضِي
L
Jika engkau menyembelih urat nadiku dengan pisau berkilau tajam, kukatakan demi Alloh aku rela gembira demi cintaku padamu
أَنْتُمُ فِتْنَتِي فِى الهَوَا وَمُرَادِي # مَا ِرِضَايَ سِوَى كُلُ مَا يَرْضَاكُم
Engkaulah yang menyibukkan segala hasrat dan tujuanku, tiada ridho yang aku inginkan terkecuali segala sesuatu yang membuat mu ridho
كُلَّمَا رُمْتُ إِلَيْكُم نَهَوْ مَنْ أَسْلَك # عَوَقَتْنِيْ عَوَائِق أَكَاد أَنْ أَهْلِك
Setiap kali ku bergejolak cinta padamu selalu terhalang untuk aku melangkah, mereka mengganjalku dengan perangkap yang banyak hampir saja aku hancur
فَادْرِكُوا عَبْدَكُم مِثْلُكُمْ مَنْ أَدْرَكْ # وَارْحَمُوا بِا المَحَبَّةِ قَتِيْل بَلْوَاكُم
Maka tolonglah budak kalian ini, dan yang seperti kalianlah golongan yang suka menolong, dan kasihanilah kami dengan cinta kalian, maka cinta kalian membunuh dan memusnahkan musibahku



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aplikasi raport UTS / NPTS kurikulum 2013

Aplikasi Konversi nilai / Mengatrol Nilai secara Adil

MEME KURTILAS